Rabu, 19 Februari 2014

Ir Leo Nababan Minta Kafe Remang-remang di Tarutung Segera Ditutup

* “Jangan Sampai Nommensen Harus Datang Untuk Kedua Kalinya”




































Staf khusus Menko Kesra Ir Leo Nababan mengaku terkejut mendengar Kota Tarutung marak dengan kafe remang-remang. Keberadaan tempat maksiat itu dianggapnya telah menghina orang Batak yang berbudaya dan beretika, karenanya Pemkab maupun Polres Taput harus segera menutup warung remang-remang tersebut.

Budaya Batak kata Leo Nababan tidak mengenal warung remang-remang, sebagai orang yang berbudaya tinggi pantang bagi orang Batak ada tempat maksiat di  bona pasogit. Dengan falsafah Dalihan natolu: Somba marhula-hula, elek marboru dan manat mardongan tubu membuat orang Batak memiliki rasa malu melihat bentuk-bentuk yang melanggar susila.

Kalau warung remang-remang beroperasi di Tarutung tentu pelanggannya warga kampung itu juga.

Akibat  keberadaan warung tersebut, nilai-nilai budaya Batak lambat laun jadi luntur. Itu karena tidak ada lagi penghargaan terhadap kota rohani dan kota budaya Tarutung.

“Kota Tarutung sudah ternoda, rasa malu kita sudah tidak ada lagi oleh kemaksiatan yang lambat laun menaungi kota Tarutung bahkan akan merambat ke Kabupaten Pemekaran Taput lainnya. Bagaimana masa depan orang Batak nanti jika ini dibiarkan,” kata Leo kepada SIB, Rabu (12/2) di Medan.

Pengelola warung kata Leo harus menghargai keberadaan Tarutung yang berjuluk Kota Wisata Rohani. Dari Tarutunglah “Rasul” orang Batak DR IL Nommensen membawa kabar keselamatan lewat pekabaran Injil yang melengkapi jiwa orang Batak yang berbudaya dan beragama. 

Untuk itu Leo meminta “Jangan sampai untuk kedua kalinya iman orang Batak harus diperbaharui lewat kedatangan Nommensen kedua kali. Itu jangan sampai terjadi, orang Batak sudah diperbaharui Nommensen, pembuat kafe remang-remang harus diusut tuntas. tutup kafe itu,” tegasnya. (A14/d)



Sumber : Harian SIB Medan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar