Sabtu, 03 Mei 2014

Hilang 24.805 Suara, Leo Nababan Lapor ke Bawaslu dan DKPP

Leo Nababan (tengah) didampingi kuasa hukumnya JS. Simatupang,SH (kanan) memberikan keterangan di Bawaslu Center Jakarta

Jakarta - Calon Legislatif Ir. Leo Nababan nomor urut 1 Partai Golkar, daerah Pemilihan Sumatera Utara I merasa suara hasil Pemilihan Legislatif pada 9 April 2014 sebanyak 24.805 suara yang memilihnya hilang.

Leo memastikan bahwa suara yang diperolehnya sebanyak 61.390 berdasarkan penghitungan photo copyan C1 atau rekap hasil suara, namun hasil perolehan suara yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum Daerah Sumatera Utara (KPUD Sumut) sebesar 36.585.

Perolehan suara Leo yang diumumkan KPUD Sumatera Utara sebesar 36.585, dengan perincian  Tebing Tinggi memperoleh sebesar 2.109, Serdang Bedagai sebesar 9.049, Deli Serdang memperoleh suara sebesar 14.401, dan Medan meraup sebesar 14.401 suara. 

"Saya  datang ke Bawaslu dan DKPP dengan protes keras, secara prosedural sudah protes KPU Medan, dan meminta agar KPU Pusat mengambil alih tugas KPUD Provinsi Sumatera Utara dalam melakukan rekapitulasi ulang," tegas Leo, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar itu, di Media Center Bawaslu, Jakarta, Rabu (30/4).

Sebelumnya, Leo melaporkan ke Bawaslu dengan membawa enam kardus  barang bukti hasil photo copyan C1. Mantan aktivis AMPI itu diterima Komisioner Nelson Simanjuntak, dan Daniel Zuchron. 

Leo mempertanyakan suara di Kota Medan, dengan jumlah 1,2 juta penduduk dirinya hanya meraih 11 ribu suara. "Tidak mungkin hanya sebesar itu," tegasnya.
Lebih lanjut dia mengemukakan, dari hasil berbagai lembaga survei dirinya selalu menempati urutan teratas, dari caleg-caleg lainnya sebelum Pemilihan legislatif digelar pada 9 April 2014 lalu.

Namun, hasil suara yang diperoleh dirinya hanya berada di urutan kedua caleg Dapil Sumut I Partai Golkar, dibawah caleg Meutia Hafid.

Dia mendesak agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menonaktifkan dan mempidanakan para pelaku kecurangan dalam pemilu ini. Alasannya, pencurian jumlah suara yang dialaminya adalah sudah masuk kategori kejahatan luar biasa. Karena suara rakyat adalah suara Tuhan, namun sayangnya dimanipulatif segelentir kelompok yang tidak bertanggung jawab.

"Saya anak pergerakan, dan saya kejar kemanapun, dan ini menghilangkan suara rakyat kemanapun saya akan kejar," tegasnya. Dia menambahkan, berbagai lapisan masyarakat mengatakan dirinya adalah meraih suara terbanyak. 

Dia mengemukakan, sangat disayangkan bila penyelenggaraan Pemilu menelan biaya sebesar Rp 14 triliun, namun hasilnya dipermainkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sehingga, katanya, agar Pemilu pada tahun-tahun selanjutnya dipikirkan penggunaan prinsip finger print, yakni untuk memangkas alur proses rekapitulasi suara mulai dari TPS sampai ke KPU Pusat.


"Saya tidak mau Indonesia dicurangi, dan repitulasi suara ke depan tidak usah di kelurahan atau kecamatan, cukup di KPU  saja, sehingga rekapitulasi suara mulai dari TPS sampai ke KPU Pusat. Dengan demikian tidak perlu lagi perhitungan yang dilakukan pada tingkat kelurahan dan kecamatan. Namun suara pemilih bisa diberika langsung terekam dari KPU kabupaten/kota hingga KPU Pusat," ujarnya.

Sementara, Kuasa Hukum Leo Nababan JS. Simatupang mengatakan, Kota Medan sebanyak 21 kecamatan masih ada suara yang masuk. "Dan sebanyak tiga kecamatan di kota Medan terjadi manipulasi," ungkapnya.   

Di tempat berbebeda, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengemukakan, sebanyak 6000 laporan masyarakat sudah masuk ke DKPP. "Kita masih mendalami laporan tersebut,"ujar Jimly. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar